Dalam pendekatan ini, perencanaan dan penginstruksian sangat dibutuhkan dan guru dapat langsung mengajari muridnya. Pada teacher centered learning, belajar merupakan proses menerima pengetahuan, dimana siswa bersifat pasif reseptif. Teacher Centered Learning sering dinamakan pengajaran.
Minggu, 07 Desember 2008
SMP - Konstruktivisme Perubahan Konsepsi

Menurut pandangan konstruktivisme, keberhasilan belajar tergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tapi juga bergantung pada pengetahuan awal siswa (prior knowledge). Belajar melibatkan pembentukan makna oleh siswa tentang apa yang sedang mereka lakukan, lihat dan dengar. Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut. Jadi siswa memiliki tanggung jawab akhir atas proses belajar mereka sendiri, bukan tanggung jawab guru.
Implikasi dari pandangan konstruktivisme ini di sekolah adalah bahwa pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa. Pengetahuan itu harus secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata. Senada dengan pernyataan ini, penelitian pendidikan mengungkapkan bahwa proses belajar merupakan proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari siswa, sehingga peran guru sekarang berubah dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan fasilitator belajar siswa. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pembelajaran dalam pandangan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu:
(1) Berkaitan dengan pengetahuan awal atau prakonsepsi (prior knowledge) siswa.
(2) Mengandung kegiatan pengalaman nyata (experience).
(3) Melibatkan interaksi sosial (social interaction).
(4) Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense making).
Dalam pandangan konstruktivisme, belajar adalah proses perubahan konsepsi. Oleh karena itu belajar dipandang sebagai suatu kegiatan yang rasional. Belajar hanya akan terjadi apabila seseorang mengubah atau berkeinginan mengubah pikirannya. Dalam perubahan konsepsi, siswa dipandang sebagai pemroses informasi dan pemroses pengalaman. Bukan hanya sebagai tempat penampung pengalaman dan informasi. Ini berarti, kemampuan siswa untuk belajar dan apa yang dipelajari siswa bergantung pada konsepsi yang terdapat dalam pengalaman tersebut. Gagasan yang baru tidak begitu saja ditambahkan pada gagasan yang telah ada, tetapi mereka saling berinteraksi yang kadang-kadang memerlukan perubahan.
Perubahan konsepsi ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
(1) pembedaan: artinya konsep baru muncul dari konsep lebih umum yang sudah ada
(2) perluasan konsepsi: konsep lama yang mengalami perkembangan menjadi konsep baru
(3) konseptualisasi ulang (restrukturisasi): terjadi perubahan signifikan dalam bentuk dan hubungan antar konsep.
Lesson study dipilih dan dimplementasikan karena beberapa alasan.
Pertama, lesson study merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa. Hal ini karena :
(1) pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil “sharing” pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktik dan hasil pengajaran yang dilaksanakan para guru
(2) penekanan mendasar pada pelaksanaan suatu lesson study adalah agar para siswa memiliki kualitas belajar
(3) kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa, dijadikan fokus dan titik perhatian utama dalam pembelajaran di kelas
(4) berdasarkan pengalaman real di kelas, lesson study mampu menjadi landasan bagi pengembangan pembelajaran
(5) lesson study akan menempatkan peran para guru sebagai peneliti pembelajaran (Lewis, 2002).
Kedua, lesson study yang didisain dengan baik akan menjadikan guru yang profesional dan inovatif. Dengan melaksanakan lesson study para guru dapat:
(1) menentukan kompetensi yang perlu dimiliki siswa, merencanakan dan melaksanakan pembelajaran (lesson) yang efektif
(2) mengkaji dan meningkatkan pelajaran yang bermanfaat bagi siswa
(3) memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran yang disajikan para guru
(4) menentukan standar kompetensi yang akan dicapai para siswa
(5) merencanakan pelajaran secara kolaboratif
(6) mengkaji secara teliti belajar dan perilaku siswa
(7) mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang dapat diandalkan
(8) melakukan refleksi terhadap pengajaran yang dilaksanakannya berdasarkan pandangan siswa dan koleganya (Lewis, 2002)
Wang-Iverson dan Yoshida (2005) mengatakan bahwa lesson study memiliki beberapa manfaat sebagai berikut.
1). Mengurangi keterasingan guru (dari komunitasnya)
2). Membantu guru untuk mengobservasi dan mengkritisi pembelajarannya
3). Memperdalam pemahaman guru tentang materi pelajaran, cakupan dan urutan materi dalam kurikulum.
4). Membantu guru memfokuskan bantuannya pada seluruh aktivitas belajar siswa.
5). Menciptakan terjadinya pertukaran pengetahuan tentang pemahaman berpikir dan belajar siswa
6). Meningkatkan kolaborasi pada sesama guru.
SD - Testimonial

Metode pengajaran teacher centered dan learner centered memiliki perbedaan karakteristik. Dalam metode pengajaran teacher centered, fokus kepada guru yang mengajar. dalam metode ini, gurulah yang mengontrol dan mengarahkan semua kegiatan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar. Sedangkan dalam metode pengajaran learner centered, fokus ada pada murid, dimana murid dapat lebih aktif, kreatif, dan mendiri dalam proses belajar mengajar yang dilakukan.
Ketika saya duduk di bangku SD (Sekolah Dasar), metode pengajaran yang saya dapat kebanyakan adalah metode pengajaran teacher centered. Anak SD terutama untuk kelas satu sampai dengan kelas empat masih sangat membutuhkan bimbingan dari guru dalam setiap pembelajaran seperti berbahasa Indonesia , cara menulis yang benar, terlebih lagi dalam pelajaran berhitung. Metode pengajaran teacher centered merupakan metode pengajaran yang tepat jika dipakai dalam proses belajar mengajar pada anak SD.
Ketika duduk di bangku kelas lima dan enam saya mulai merasakan adanya metode pengajaran learner centered. Metode pengajaran ini saya rasakan terutama dalam pelajaran matematika, IPS, dan IPA. Dalam pelajaran metematika, guru sering memberikan latihan soal kepada siswa dan soal-soal tersebut harus dikerjakan di papan tulis. Hal ini saya rasakan cukup karena hal ini dapat memacu kratifitas dan kemandirian siswa dalam mengerjakan soal matematika. Dalam mata pelajaran IPS, guru akan mengadakan Tanya jawab kepada para siswa mengenai ibukota-ibukota Negara. Hal ini membuat para siswa menjadi lebih cepat menghafal ibukota-ibukota Negara sehingga sangat membantu ketika belajar menghadapi ulangan. Sedangkan dalam pelajaran IPA, terdapat praktikum-praktikum yang dilakukan. Siswa harus dapat mengeluarkan ide-ide kreatifnya dalam pembuatan lampu dari bohlam kecil dan batu baterai yang dihubungkan dengan kabel-kabel. Hal ini meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan kreatifitas siswa.
Kesimpulan dari pengalaman yang saya dapat selama duduk di SD adalah metode pengajaran teacher centered lebih berguna untuk anak yang duduk di kelas satu sampai kelas empat SD karena mereka masih sangat membutuhkan bimbingan dari gurunya, sedengkan untuk anak kelas lima dan enam SD, rasa ingin tahu anak mulai besar dan kreatifitasnya mulai berkembang. Untuk itu metode pengajaran learner centered lebih cocok digunakan agar mereka dapat berkembang dengan sendirinya dan menjadi mendiri sedikit demi sedikit tentunya tidak dilepas sama sekali oleh gurunya.
Langganan:
Postingan (Atom)