Minggu, 07 Desember 2008

Universitas - Testimonial


Belajar merupakan hak setiap orang, akan tetapi kegiatan belajar di suatu perguruan tinggi merupakan suatu hak istimewa karena hanya orang yang memenuhi syarat saja yang berhak belajar di lembaga pendidikan tinggi tersebut. Dengan kondisi tersebut, harapan adalah bahwa seorang yang telah mengalami proses belajar secara formal akan mempunyai wawasan, pengetahuan, keterampilan, kepribadian dan perilaku tertentu sesuai dengan apa yang ingin dituju oleh lembaga pendidikan. Tujuan lembaga tinggi pendidikan pada umumnya dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional. Yang perlu dicatat bahwa belajar merupakan kegiatan individual tertentu.

Suatu fakta angan-angan individual terhadap rencana karir ke depan merupakan motivasi belajar seseorang di perguruan tinggi dan merupakan suatu kebutuhan. Kebutuhan ini akhirnya menentukan sikap, perilaku dan pandangan belajar di perguruan tinggi yang merupakan suatu prospek penting dalam rencana karir seseorang dewasa ini. Ada dua tujuan yang terlibat dan saling menunjang dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi. Yang pertama adalah tujuan lembaga pendidikan dalam menyediakan sumber pengetahuan dan pengalaman belajar (knowledge and learning experience) yang kedua adalah tujuan individual mereka yang belajar (mahasiswa).

Proses belajar mengajar mestinya harus mampu menyelaraskan tujuan individual dan tujuan lembaga pendidikan dan bahkan tujuan pendidikan nasional. Dua hal di atas kadang-kadang tidak disadari benar baik oleh penyelenggara pendidikan maupun oleh mahasiswa. Tujuan pendidkan di antaranya adalah untuk menciptakan peserta didik yang berilmu, cakap dan kreatif. Untuk mewujudkan ketiga aspek ini salah satunya adalah dengan memberikan metode pembelajaran yang tepat. Adapun salah satu pendekatan dirasa tepat untuk mewujudkan ketiga hal tersebut adalah dengan pendekatan Student Centered Learning (SCL). Dengan prinsip dasar keaktifan dan kekreatifitasan dalam proses belajar mengajar, serta tidak lagi menjadikan dosen sebagai satu-satunya sumber ilmu; ini akan membuat mahasiswa semakin percaya diri untuk menjadi lebih aktif, kreatif dan berilmu.

Tetapi pada kenyataannya, pengajaran dalam mengajarkan mata pelajaran belum semua dosen sepenuhnya melaksanakan metode pembelajaran yang menuntut keaktifan mahasiswa. Dosen lebih cenderung menerapkan metode konvensional, di mana dosen adalah satu-satunya sumber ilmu atau disebut juga Teacher Centered Learning (TCL). Dalam metode ini dosen lebih kepada ceramah, mendikte, textbook, dan kemudian memberikan soal ujian.

Dalam pendekatan Student Centered Learning (SCL) mahasiswa dan dosen mempunyai kedudukan yang sama dalam akses terhadap pengetahuan. Dengan konsep ini, pengetahuan merupakan barang bebas, walaupun diperlukan biaya untuk memperolehnya. Dosen berbeda dengan mahasiswa karena wawasan dan pengalaman-pengalaman berharga yang dimilikinya yang berkaitan dengan pengetahuan tersebut.

Permasalahannya sekarang adalah apakah tujuan individual seseorang memasuki perguruan tinggi? Hal ini yang acap kali sulit diidentifikasi atau dirumuskan dengan jelas oleh mereka yang memutuskan untuk belajar di perguruan tinggi. Gejala yang sering dirasakan di Indonesia adalah belajar di perguruan tinggi lebih merupakan kebutuhan sosial orang lain (misalnya orang tua), akibatnya, belajar dianggap sebagai suatu beban dan penderitaan. Benar bahwa pendekatan Student Centered Learning (SCL) paling tepat untuk mewujudkan peserta didik yang berilmu, cakap dan kreatif. Tetapi, bisa dikatakan perilaku belajar mahasiswa Indonesia menganggap kuliah merupakan sumber pengatahuan utama, bahkan satu-satunya, sehingga catatan kuliah dari dosen merupakan jimat yang ampuh.

Kebanyakan mahasiswa mempunyai perilaku untuk hanya datang, duduk,dengar dan catat. Catatan kuliah dianggap sumber pengetahuan dan bahkan kalau perlu mahasiswa tidak usah datang ke kuliah tetapi cukup dengan mengkopi saja catatan mahasiswa yang lain. Karena pendekatan pengendalian proses belajar-mengajar di kelas yang kadang kurang mendukung, banyak mahasiswa yang merasa nyaman menjadi "mesin dengar kopi". Kalau tujuan individual akan dicapai secara efektif, arti kuliah harus diredifinisi dan dilaksanakan secara konsekuen oleh individu itu tersebut.

Ini adalah fakta budaya belajar di Indonesia. Sulit untuk mendeteksi mengapa ini sampai terjadi dan terus dilestarikan. Kemungkinan yang sangat logis adalah kurangnya kesiapan lembaga pendidikan, dosen dan mahasiswa untuk terus memberdayakan diri melalui bacaan, kuliah konvensional, sehingga terlihat tidak ada upaya dan usaha dalam self improvement. Ini merupakan tantangan untuk praktisi pendekatan Student Centered Learning (SCL). Karena perlu proses untuk perpindahan dari pendekatan Teacher Centered Learning (TCL) ke pendekatan Student Centered Learning (SCL).



Tidak ada komentar: